Hi everyone :).. How are you? Siang ini saya baru pulang dari Mojokerto. Terus langsung pergi meeting sama desainer interior, terus ngelesin sampe jam 10 malam. 12+ jam kerja plus kuliah, That is pretty much my day. Hehehehe.. Mau cerita - cerita sedikit ya, hari ini waktu mau ke Rungkut, aku lewat jalan Brigjen Katamso. Waktu lewat rel kereta api di depan bungurasih, terdapat papan besar bertuliskan " RODA EMPAT DAN TRUK harap putar ke ALOHA".
Sekalipun ada papan besar itu, tiga mobil melewati rel kereta api dan bergerak ke arah jalan Brigjen Katamso. Dalam hati aku berpikir, kenapa kok mereka ini santai saja toh, lewat jalan ini. Ada papan pengumuman kan berarti ada "sesuatu" di jalan itu, makanya untuk kebaikan bersama, mereka disuruh memakai jalan yang berbeda.
Benarlah, ternyata di jalan Brigjen Katamso lagi digarap pekerjaan gorong2. Badan jalan tinggal separuh. Hanya bisa dilewati satu mobil dan sekitar dua sepeda motor di sampingnya. Padahal di jalan itu, kendaraan berjalan dua arah.Bayangkan betapa macetnya. Semua orang berisik membunyikan klaksonnya. Oh my GOSH! Akhirnya aku memberanikan putar balik dan lewat jalan lain. Di perjalanan itu, ternyata mobil yang melanggar ada banyak! Ada juga truk 16 roda yang memberanikan diri lewat jalan itu. Satu kilo setelah rel, aku liat sudah ga ada mobil lagi. Tahu kenapa? Ada pak polisi. Saya tergelitik dengan kejadian ini.
Kemacetan ini mengingatkanku dengan bapak Kohlberg. Dari jaman dulu, pak Kohlberg membuat teori tentang perkembangan moral manusia. Ada delapan tahap perkembangan yaitu:
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal
( Principled conscience)
Lucu banget, ya, betapa masyarakat Indonesia sering gembar - gembor tentang kesadaran moral. Mereka ingin hukum yang tegak dan adil merata. Tapi seberapa banyak dari kita yang sering mengabaikan larangan polisi seperti cerita di atas? Seberapa banyak dari kita yang taat aturan walaupun ga ada polisi?
Kalau kita tidak melanggar hanya karena ada polisi, menurut pak Kohlberg, tingkat perkembangan moral kita hanya sampai pada tahap kepatuhan dan hukuman. Kita patuh supaya tidak ditilang. Tahukah anda? Tahap moral ini adalah tahap yang biasanya ada pada anak - anak. Kalau kalian perhatikan anak kecil, kan ada tuh anak - anak yang belajar kalau ada orang tua, kalau gak ada mereka ga mau belajar. Nah kalau kita taat aturan saat ada pak polisi aja, kita sama aja sama anak - anak.
Sambil nyetir, aku mikir: kenapa ya orang - orang kok nekat melanggar? Kalau tingkat kesadaran moral mereka ada di tahap kepatuhan dan hukuman. Kira - kira mereka berpikirnya begini:
1. (Lihat papan pengumuman) Wah, ada larangan. Ke aloha gak ya?
2. Celingak celinguk. Kayaknya ga ada polisi deh hehehe.. Ga usah ke aloha deh,jauh. Gapapa lha yaaa, kan ga ada yang nilang.
3. Melanggar pengumuman
Beda lagi nih, kalau ada orang yang tingkat perkembangan moralnya ada pada tahap minat pribadi. Mungkin kira - kira cara berpikirnya gini:
1. Lihat papan pengumuman) Wah, ada larangan. Ke aloha gak ya?
2. Aloha jauh. Kalo aku terus, mungkin bikin macet, tapi lebih cepet. Kalo aku muter, ga bikin macet orang lain, tapi jauh. Hehehe udah deh, bodoh amat dengan orang lain! Yang penting aku bisa sampe lebih cepet.
3. Melanggar.
Kalau banyak orang Indonesia yang cara pikirnya seperti ini dalam mematuhi hukum, bayangkan betapa kacaunya >.<. Mikirin diri sendiri dan ga bisa mendisiplinkan diri. Jangan mimpi deh, mengubah Indonesia kayak negara maju yang tertib. Daripada mimpi, mending refleksi dan mengubah diri sendiri.
Berita baiknya, moral bisa berkembang, teman - teman. Kalau kalian ingin Indonesia tertib. Maka jadilah tertib. Mulai dari hal kecil. Be the change that you want to see in the world
No comments:
Post a Comment